Psikologi

Gangguan Skizofrenia

Satya Medica, Jakarta – Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang kompleks dengan berbagai ekspresi fenotip. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Prognosisnya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan pada perempuan.

Gangguan skizofrenia dikarakteristikkan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan emosi), gangguan kognitif (memori, perhatian, pemecahan masalah, dan sosial).

Manajemen terapi yang paling efektif pada pasien skizofrenia adalah terapi antipsikotik. Golongan antipsikotik dibagi dalam dua jenis yakni antipsikotik generasi pertama dan generasi kedua. Pemberian antipsikotik dapat menyebabkan respon buruk dan efek samping seperti gejala ekstrapiramidal, sindrom metabolik, dan juga kenaikan berat badan yang akan memperburuk kondisi pasien. Oleh karena itu, praktisi sering melakukan pergantian terapi yang tidak efektif karena hanya berdasarkan trial dan error, sehingga pasien mengalami banyak kejadian yang tidak diinginkan.

Antipsikotik merupakan obat yang digunakan dalam mengurangi gejala-gejala pada keparahan psikotik dan mencegah kekambuhan pada pasien skizofrenia. Pemberian obat antipsikotik ini tidak bersifat kuratif karena sebenarnya tidak menyembuhkan penyakit namun mengupayakan penderita untuk bisa menjalankan aktivitas normal. Antipsikotik efektif mengobati gejala positif pada episode akut misalnya halusinasi, waham, digunakan untuk mencegah kekambuhan, untuk pengobatan darurat gangguan perilaku akut dan untuk mengurangi gejala.

Golongan antipsikotik tipikal umumnya hanya berespon untuk gejala positif. Selain itu antipsikotik generasi pertama (tipikal) juga memiliki tempat dalam manajemen psikosis, antara lain untuk pasien yang kurang mampu atau pada keadaan dimana pasien tersebut sudah stabil dengan antipsikotik tersebut. dengan efek samping yang masih diterima oleh pasien. Antipsikotik generasi pertama yang biasa diresepkan adalah chlorpromazin, trifluoperazin, haloperidol.

Haloperidol merupakan obat antipsikotik generasi pertama yang bekerja memblokade reseptor dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamin D2 reseptor antagonis). Haloperidol dengan efek samping sedatif lemah digunakan terhadap gejala dominan antara lain halusinasi, waham, apatis, menarik diri, hipoaktif kehilangan minat dan inisiatif serta perasaan tumpul.

Antipsikotik generasi kedua (atipikal) dapat memperbaiki gejala positif dan negatif dari skizofrenia dan lebih efektif mengobati pada pasien yang resisten. Antipsikotik generasi kedua terdapat efek samping gangguan ekstrapiramidal yang lebih rendah dibandingkan dengan antipsikotik generasi pertama. Di sisi lain, antipsikotik generasi kedua tampaknya menginduksi efek samping metabolik lebih banyak terutama kenaikan berat badan. Beberapa Antipsikotik generasi kedua yang biasa diresepkan adalah risperidon, olanzapin, quetiapin, aripiprazol, amisulpride, klozapin.

Clozapin merupakan obat antipsikotik golongan atipikal yang efektif untuk gejala positif maupun negatif, dan menghambat tidak hanya pada reseptor dopamine-2 tetapi juga pada reseptor serotonin 5 HT2. Clozapin merupakan obat atipikal dengan efek samping ekstrapiramidal yang lebih rendah.

Efek utama dari obat antipsikotik adalah untuk menurunkan gejala psikotik seperti gangguan proses pikir (waham), gangguan persepsi (halusinasi), aktivitas psikomotor yang berlebihan (agresivitas), dan juga memiliki efek sedatif serta efek samping ekstrapiramidal. Timbulnya efek samping sangat bervariasi dan bersifat individual.

 

References:

  • Elvira, S.D, & Hadisukanto, G. 2018. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 3. Depok : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  • Sulampoko, P. 2021. Evaluasi Pola Pengobatan Pada Pasien Skizofrenia Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta. Program Sarjana. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
  • Ellenbroek, B.A. & A.M. Cesura. 2015. Antipsychotics and the Dopamine-Serotonin Connection. Top Med Chem.
  • Susanti, S.D.T. 2020. Evaluasi DRPs Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang Tahun 2019. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
  • Nugroho, A.E. 2015. Farmakologi Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
  • Dania, H., I.N. Faridah, K.F. Rahmah, R.Abdulah, M.I. Barliana, & D.A. Perwitasari. 2019. Hubungan Pemberian Terapi Antipsikotik Terhadap Kejadian Efek Samping Sindrom Ekstrapiramidal Pada Pasien Rawat Jalan di Salah Satu Rumah Sakit di Bantul Yogyakarta. Yogyakarta. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia.
  • Jarut, Y.M, Fatimawali, & W.I Wiyono. 2013. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada Pengobatan Skizofrenia i Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013. Pharmachon Jurnal Ilmiah Farmasi Unstrat. Manado.