Self Development

Kita tidak bisa memaksakan diri untuk menyukai Brokoli

Pekerjaan tertentu menuntut jenis kepribadian tertentu. Tidak ada gunanya kita bekerja di bidang komunikasi jika kita bukan orang yang ekstrover yang senang berinteraksi dengan orang lain. Jika kita dipenuhi oleh kreativitas yang meluap-luap, sepertinya kita tidak akan menemukan kepuasan dengan bekerja di bidang akuntansi.

Kepribadian itu ibarat ukuran sepatu. Ia tidak tunduk pada pilihan atau kesukaan kita, namun kadang-kadang ia bisa saja diakali dengan konsekuensi yang tidak mengenakkan.

Bukanlah sebuah prestasi dan sebuah cela untuk mengakui ada sebagian orang yang dapat berbicara di depan orang banyak dan merasa senang melakukannya sedangkan orang lain takut melakukannya.

Ada yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menghafalkan rumus persamaan Al Jabar dan Dalil Pythagoras dan terkagum-kagum olehnya, sementara orang lain lebih tertarik belajar tentang interaksi manusia dan keanekaragamannya.

Sahabat, kenali diri kita. Seperti apa kepribadian kita sesungguhnya dan tentukan masa depan yang sesuai bagi kita.

Hampir tiada hari tanpa kegagalan, setidaknya untuk memahami salah satu tehnik memfoto saja perlu mengerti tentang mode, exposure, contras, lighting, posisi, pengaturan ISO dan lainnya, meski ada juga yang menggunakan sistem automatic basicly. Namun, Mas Arifuddin namanya, seorang alumnus pendidikan keperawatan yang lebih mencintai dunia fotografinya dibanding kesehatan. Ia lebih berkembang sebagai fotografer daripada menjadi tenaga kesehatan. Berbagai seminar dan workshop pernah diikuti demi mengubah hobinya menjadi karir yang terus berkambang.

Setidaknya ia telah memotret ratusan foto mulai anak-anak, dewasa, acara informal, formal, momen wisuda hingga resepsi pernikahan. Minimal, ia telah demikian hafal dengan trik bagaimana membuat seorang anak bisa tersenyum saat di potret, bagaimana membuat wisudawan dan pasangan pengantin tampak tidak tegang saat dijepret.

Ia mengerti bahwa membuat seorang anak menyunggingkan senyum atau wisudawan bisa relax dalam berpose bukanlah satu-satunya jalan untuk menghasilkan foto yang baik. Seorang anak yang sibuk berlarian atau wisudawan sedang melakukan aktifitasnya tanpa diatur sebelumnya juga merupakan sumber inspirasi bagi foto-fotonya.

Sosok inspiratif kelahiran pontianak ini telah sedikit banyak memberikan perubahan pada diri saya, mulai dari sisi akademik, organisasi hingga sosial. Setidaknya, berkat beliaulah saya sekarang bisa menusuk jarum infus tanpa keluar keringat dingin lagi, dan yang paling melekat beliau orang yang memotivasi untuk mengikuti pemilihan Gubernur Himpunan Mahasiswa Jurusan Keperawatan hingga akhirnya dilantik.

Berangkat dari cerita di atas, pekerjaan fotografi memerlukan dua sifat utama. Tak semua orang bisa memulai usaha sendiri dan menyebut dirinya sendiri fotografer. Menjadi fotografer itu adalah soal sabar dan tetap semangat dan kemudian mengabadikan momen yang tepat.

Sahabat,

Apapun jurusan kuliahmu saat ini, apa statusmu, bagaimana status pekerjaanmu, untuk sampai puncak tertinggi semua itu butuh waktu. Jika sampai saat ini kita masih belum berhasil meraih cita, mungkin masih ada beberapa anak tangga yang belum kita injak.

Lulusan terbaik sekalipun tak bisa menjamin apakah ia segera mendapat kerja. Nilai itu penting, tapi bukan segalanya. Udara di luar berbeda dengan udara di dalam kelas. Jangan menjadi ‘budak’ terpandai yang selalu mengikuti sistem yang ada, sampai lupa dengan potensi yang ada dalam diri. Jika selama ini memiliki bakat, kembangkanlah. Mungkin saja suatu saat nanti ia bisa menjadi sumber rezeki dan penopang masa depan karirmu.

Sahabat,

Ketuk setiap pintu yang ada, semakin banyak maka semakin besar peluang untuk terbuka. Jangan takut mengambil langkah besar bila memang diperlukan, kita tidak bisa melewati jurang dengan dua lompatan kecil. Batu loncatan itu perlu, tuk bisa mengantar kepada tujuan yang diharapkan.Memang hidup itu pilihandan keberuntungan terselip di antaranya. Jangan lupa bubuhi do’a di dalamnya, selalu ada cara yang berbeda tuk mendapat ridho-Nya.

Meskipun seseorang telah mengalami berbagai babak kehidupan yang berbeda, termasuk perubahan dalam karier dan keluarga, namun kepribadian dasar mereka tetap tak berubah setelah usia 16 tahun (Barto, 1998).

We can’t force ourselves to like broccoli!

Kita tidak bisa memaksakan diri untuk menyukai brokoli.

Kenali potensi diri dan berkembanglah!